Home ยป Demokrasi di Era Post Truth: Antara Opini, Hoaks, dan Kebenaran

Demokrasi di Era Post Truth: Antara Opini, Hoaks, dan Kebenaran

by Media Nuca

Oleh : Ervino Hebri Handoko, S.Fil

MEDIA NUCA โ€“ Salah satu ciri yang menandai lahirnya era post truth adalah absennya kebenaran universal di ruang publik. Klaim kebenaran menjadi relatif, dengan prinsip subjektivitas yang menentukan berbagai narasi dan opini. Kelahiran era post truth tentu bukan tanpa masalah.

Fenomena ini justru melahirkan berbagai persoalan kompleks seperti hoaks, berita bohong, dan ujaran kebencian yang semakin marak. Dalam periode ini, tidak ada lagi parameter yang jelas dalam menentukan kebenaran. Masing-masing individu atau kelompok menciptakan kebenaran versi mereka sendiri. Situasi ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk merusak stabilitas ekonomi, sosial, dan politik.

Dampak Post Truth dalam Demokrasi

Fenomena post truth semakin kentara di tengah dinamika demokrasi yang berlangsung beberapa tahun terakhir. Masyarakat digiring oleh berbagai opini dan narasi yang tidak sehat, yang berujung pada perpecahan dan ujaran kebencian. Contoh konkretnya dapat dilihat dalam penyelenggaraan Pemilihan Presiden beberapa tahun silam.

Masing-masing kandidat berlomba-lomba menggiring opini publik dengan politik identitas dan bahkan mendeklarasikan kemenangan berdasarkan hitungan cepat dari lembaga survei masing-masing, tanpa menunggu pengumuman resmi dari KPU sebagai lembaga berwenang.

Situasi ini membuat masyarakat bingung dan menimbulkan kegaduhan. Politik identitas pun semakin meluas, menyebabkan saling fitnah yang tak terhindarkan. Tren post truth di tengah pesta demokrasi menjadi senjata ampuh untuk meningkatkan popularitas individu atau kelompok tertentu, meskipun harus mengorbankan kejujuran dan objektivitas kebenaran. Tren ini bahkan menjalar hingga dunia pers, yang selama ini dipercaya sebagai lembaga independen, kredibel, dan objektif.

Tantangan Media dalam Era Post Truth

Beberapa tahun terakhir, perkembangan teknologi digital melahirkan berbagai media online yang memberikan kemudahan akses informasi bagi publik. Namun, muncul pertanyaan: apakah kehadiran media tersebut benar-benar menawarkan kebaruan informasi atau justru menciptakan kemunduran dalam hal konten dan kualitas berita?

Idealnya, setiap media yang terdaftar harus menyajikan informasi yang aktual, terpercaya, objektif, dan sesuai dengan etika jurnalistik. Namun, kenyataannya, prinsip-prinsip ini perlahan diabaikan oleh beberapa media. Kode etik jurnalistik, yang berfungsi sebagai panduan dalam menentukan apa yang benar dan salah serta menjaga tanggung jawab profesi, mulai ditinggalkan. Padahal, kode etik diperlukan untuk membantu para jurnalis menentukan apa yang salah dan benar, baik dan buruk, serta bertanggung jawab dalam proses kerja kewartawanan (Siregar, 2000: 21). Seorang wartawan seharusnya bertindak jujur, profesional, tidak menyebarkan informasi sesat, dan tidak menerima suap.

Saat ini, dengan mudah kita menemukan media abal-abal yang tidak memperhatikan kaidah jurnalistik dalam pemberitaannya. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa media lebih mengutamakan jumlah pengunjung atau pembaca daripada kualitas pemberitaan. Orientasi mereka lebih kepada bisnis daripada memberikan informasi yang mengedukasi masyarakat.

Menjaga Kepercayaan Publik terhadap Pers

Di era modern dengan perkembangan teknologi yang pesat, masyarakat semakin akrab dengan dunia digital. Informasi dapat diperoleh dengan cepat dan mudah. Sayangnya, hal ini juga mengurangi minat terhadap media cetak yang selama ini dikenal menyajikan informasi akurat, independen, dan terpercaya. Akibatnya, media cetak semakin tersisih oleh kehadiran media online yang menjadi pesaing utama.

Namun, keberadaan media online bukan tanpa masalah. Kualitas dan keabsahan pemberitaan yang mereka sajikan sering kali dipertanyakan. Publik berharap media online dapat memberikan informasi yang tepat, akurat, dan dapat dipercaya, bukan sekadar berita sensasional demi menarik perhatian pembaca.

Masyarakat merindukan pemberitaan yang transparan, seimbang, dan dapat dipercaya, bukan yang mendiskreditkan pihak lemah atau mengagungkan pihak berkepentingan. Media seharusnya hadir sebagai pewarta kebenaran yang mencerahkan dan mendidik, bukan justru menciptakan perpecahan.

Media yang belum terdaftar dalam asosiasi Dewan Pers tetap harus mampu menjaga kepercayaan publik dengan mematuhi prinsip dan kode etik jurnalistik. Hal ini bertujuan untuk menjaga martabat pers agar tidak disalahgunakan demi kepentingan bisnis semata. Sangat tidak elok menggunakan โ€œseragamโ€ pers hanya untuk kepentingan bisnis belaka, karena ini sangat merugikan institusi pers. Oleh karena itu, semua penggiat media online perlu memahami kaidah jurnalistik yang berlaku serta menaati etika jurnalistik.

Pers harus mengutamakan prinsip kejujuran dan independensi, sementara kepentingan bisnis seharusnya berada di posisi kedua. Jangan sampai bisnis menjadi prioritas utama sementara kualitas pemberitaan justru diabaikan. Pendidikan dan pelatihan jurnalistik sangat diperlukan agar media informasi online semakin mampu menyajikan berita yang dapat dipercaya, objektif, dan bertanggung jawab. Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap media perlahan dapat dibangun kembali.(AD)

You may also like

Leave a Comment

TENTANG KAMI

MEDIA NUCA berfokus pada isu-isu politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Media ini bertujuan untuk menyajikan informasi yang relevan dan berimbang dari tingkat internasional, nasional, hingga tingkat lokal.

Feature Posts