MEDIA NUCA โ Lengko Lolok, sebuah kampung yang terletak di bagian utara kabupaten Manggarai Timur NTT, dengan curah hujan yang tidak stabil, berhadapan dengan krisis air yang berkepanjangan.
Masalah ini telah mendera sejak lama, bahkan ketika perusahaan pertambangan masih aktif di kampung tersebut. Meskipun pemerintah daerah pernah berjanji untuk menyediakan kebutuhan air bagi warga, krisis air justru semakin memburuk setelah perusahaan tambang tidak aktif lagi.
Marselus Roni, salah satu warga Lengko Lolok, mengungkapkan bahwa krisis air ini telah terjadi sejak lama. Dengan jumlah kepala keluarga mencapai 83, warga hanya mengandalkan tiga sumur sebagai sumber air utama.
โPengaruh curah hujan yang tidak stabil membuat sumur-sumur ini sering tidak penuh air, sehingga setiap dua hari, kami harus menjadwalkan pengambilan air dengan batasan 10 serigen per kepala keluarga,โ ujar Roni kepada Media Nuca pada Senin (4/3/2024).
Beberapa perusahaan tambang yang pernah beroperasi di kampung ini tidak memberikan solusi nyata terhadap krisis air. Pemerintah daerah sebelumnya bahkan menyatakan bahwa kehadiran perusahaan tambang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun kenyataannya berbeda.
Roni juga mengungkapkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan air minum, warga terpaksa harus menempuh jarak yang cukup jauh ke Satar Teu, atau membeli air dengan harga yang cukup mahal.
โUntuk memenuhi kebutuhan air minum warga Lolok timba dari Satar Teu, apa lagi saat kemarau panjang seperti ini. Adapun mobil angkut air, tetapi kami harus membeli dengan harga yang cukup mahal, 1 derom harganya 40 ribu rupiah,โ tambahnya.
Meskipun ada tiga sumur di kampung tersebut, satu di antaranya hanya diperuntukkan bagi laki-laki untuk mandi saja. Aturan yang ketat melarang mencuci pakaian di sumur tersebut dan melarang membawa air pulang, dengan sanksi denda bagi pelanggar.
โSatu sumur dibangun oleh pemerintah dan dua lainnya dibangun oleh perusahaan Istindo. Tetapi satu sumur yang dibangun perusahan itu, khusus untuk mandinya laki-laki dan aturannya hanya untuk mandi, tidak boleh untuk menuci pakaian, dan juga tidak boleh dibawa pulang. Siapa pun yang melanggar amaka akan didenda,โ jelasnya lagi.
Saat ini, dengan jumlah penduduk Lengko Lolok mencapai 226 orang (belum termasuk anak-anak), masyarakat sangat berharap mendapatkan perhatian dari pemerintah desa maupun pemerintah kabupaten. Permintaan utama mereka adalah pembangunan satu sumur lagi dengan ukuran yang lebih besar dan dalam.
โMelihat perkembangan masyarakat Lengko Lolok, kami membutuhkan sumur yang lebih luas dan dalam. Jika perlu, datangkan PAM (Perusahaan Air Minum) ke kampung kami,โ pungkas Roni.
Kondisi krisis air yang berlangsung selama puluhan tahun ini menuntut tindakan nyata dan komitmen dari pihak terkait, yaitu pemerintah agar warga Lengko Lolok dapat menikmati hak dasar mereka untuk mendapatkan air bersih secara memadai. (AD)