MEDIA NUCA โ Warga pemilik lahan, pihak PLN, dan perusahaan geothermal kembali mendatangi Lingko Tanggong, salah satu lokasi yang akan ditargetkan sebagai titik pemboran panas bumi di Pocoleok, pada Rabu (21/06/23). Kehadiran mereka dikawal ketat oleh aparat keamanan seperti polisi, tentara, brimob, dan Pol PP, yang jumlahnya sangat banyak.
Dalam laporan tertulis yang diterima Media Nuca, Masyarakat Pocoleok yang menolak kehadiran Geothermal tersebut mengisahkan bahwa rombongan geothermal memasuki wilayah Pocoleok dari arah Ruteng sekitar pukul 11.00 WITA, melewati kampung Lungar dan Tere, menuju welpad D Lingko Tanggong. Warga yang telah melakukan penghadangan sehari sebelumnya tetap datang ke lokasi dengan penolakan terhadap rencana pemboran panas bumi. Mereka juga menuntut tindakan kekerasan aparat yang telah menimpa sebagian besar warga yang menolak di posko pemantauan warga.
Dalam posko pemantauan, warga dalam laporan tersebut menjelaskan bahwa rombongan pembawa pilar geothermal berdebat dengan warga yang menuntut mereka untuk tidak melakukan aktivitas di lingko yang menjadi hak ulayat gendangnya. Perdebatan berlangsung sengit, namun pagar betis yang dibuat warga tidak bertahan lama saat gabungan aparat keamanan menerobos barisan warga dengan brutal dan anarkis. Terjadi saling dorong antara warga dan aparat, banyak warga yang mengalami cidera, bahkan dua orang warga mengalami cidera serius.
Masyudi Onggal, salah satu warga Pocoleok yang ada pada saat kejadian itu, menceritakan bahwa aparat keamanan datang dalam jumlah yang sangat banyak. Menurutnya, kedatangan aparat keamanan dalam jumlah yang sangat banyak memberikan kesan yang tidak bagus bagi warga Pocoleok.
โ(Aparat Keamanan) datang dalam jumlah banyak, sekitar lebih dari 100 orang, selama 3 hari berturut-turut. Mereka datang dalam tim gabungan polisi, tentara, brimob, & Satpol PP. Itu memberi kesan yang tidak bagus bagi warga Pocoleok. Seolah-olah warga Pocoleok adalah penjahat,โ jelas Masyudi kepada Media Nuca pada Kamis (22/06/2023).
Lebih lanjut, Masyudi menjelaskan bahwa aparat keamanan juga melakukan tindakan represif dan memaksa menerobos warga yang mencoba menghalang, karena ingin mempertahankan hak ulayatnya. Banyak warga yang cidera.
โDua orang dilarikan ke puskesmas kemarin. Satu orang dirujuk ke Ruteng,โ jelasnya lagi.
Masyudi juga menegaskan bahwa warga sangat kecewa dengan aparat yang melakukan tindakan represif dan anarkis.
โWarga tidak puas dengan performa aparat yang datang, mereka bukannya mengamankan warga, tetapi malah menjadi pelaku kekerasan. Warga menilai aparat sudah bertindak tidak adil, karena hanya melindungi dan mengawal kepentingan perusahaan serta mengabaikan warga Pocoleok. Ada upaya menakut-nakuti warga dengan kehadiran begitu banyak aparat, disertai seragam APD,โ jelas Masyudi lagi.
Camat Satarmese, Damianus Arjo, turun ke lokasi dan menyaksikan tindakan anarkis dan brutal aparat keamanan terhadap warga di kecamatan tersebut. Beberapa warga beradu argumen dengannya, meminta Damianus mempertanggungjawabkan insiden yang terjadi di wilayah kerjanya. Damianus akhirnya kembali ke tempat parkir mobil di tengah kekecewaan warga yang masih mengikuti peristiwa ini.
Sementara itu, warga pemilik lahan dari Wae Koe tetap melanjutkan perjalanan mereka menuju Lingko Tanggong dengan membawa pilar-pilar yang akan dipatok di lokasi target pemboran panas bumi.
Sebelumnya, warga Pocoleok melakukan penghadangan terhadap pihak geothermal dan aparat pada tanggal 9 Juni 2023 di wilayah gendang Tere dan Racang. Warga menolak kehadiran rombongan yang hendak melakukan klarifikasi dan inventarisasi lahan milik warga serta pemasangan pilar-pilar penanda di setiap lingko yang ditargetkan untuk pemboran.
Konflik ini semakin memanas seiring dengan tindakan provokatif dan penghadangan yang terjadi secara berulang-ulang. Warga yang solid menolak terus berjaga-jaga selama kurang lebih dua minggu sejak tanggal 9 Juni hingga 21 Juni 2023.