MEDIA NUCA โ Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana pemerintah yang akan mengganti kelas iuran BPJS Kesehatan 1, 2 dan 3 dengan Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN).
โYang harus diperbaiki itu program BPJS. Orang enggak usah ngantri. Orang ngantri dari jam 04.00 sore untuk dapat pelayanan. Nenek-nenek, kakek-kakek, orang sakit bukan tambah sembuh, tambah sakit,โ demikian disampaikan Said Iqbal, melansir siaran pers, Minggu (23/7/2023).
Said menuturkan lebih baik pelayanan BPJS yang harus diperbaiki daripada pemerintah meluncurkan program KRIS.
โPartai Buruh dan KSPI setelah mempelajari diluncurkannya program KRIS atau kelas rawat inap standar oleh BPJS Kesehatan dengan alasan perintah Undang-Undang. Partai Buruh dan KSPI menolak keras KRIS yang diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan,โ ungkap Said.
Said Iqbal menduga program tersebut diluncurkan hanya sebagai bentuk komersialisasi.
Ia menilai program KRIS dibuat sebagai instrumen pelaksanaan money follow program yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan yang baru disahkan beberapa waktu lalu oleh DPR RI.
โJadi nyambung dengan Undang-Undang Kesehatan, mandatory spending diubah dengan money follow program. Kalau dia mandatory spending berapapun biaya (berobat), BPJS akan bayar. Money follow program, berdasarkan program,โ ucap Said.
โKRIS ini disiapkan untuk money follow program. Semua kelas sama. Dengan kelas yang sama nanti dibuat program, enggak ada kelas I, kelas II, dibikinlah standar nanti. Saya enggak tahu standarnya apa, karena dia (Kemenkes) akan buat program dengan bahasa efisien, masa nyawa orang efisien. Kalau gitu buat apa kita punya negara? Nyawa orang aja diatur-atur. Harusnya enggak bisa,โ sambungnya.
Lebih lanjut, Said menuturkan lebih baik pelayanan BPJS yang harus diperbaiki daripada pemerintah meluncurkan program KRIS.
โ(Nanti), dengan kelas yang sama kan nanti dibikin program yang saya nggak tau standarnya apa. Masa nyawa orang di efisien nyawa orang diatur-atur,โ ucapnya.
Selain itu, Ia melanjutkan, kebijakan UU Kesehatan yang baru berpotensi mematikan Rumah Sakit (RS) lokal berskala menengah dan klinik-klinik kecil.
Ia menyebut, kebijakan pemerintah di sektor kesehatan hanya berpihak pada perusahaan raksasa dan mengacu pada keuntungan semata.