MEDIA NUCA – Seabad setelah pelindung Santo para imam, Santo Yohanes Vianney, meninggal pada 4 Agustus 1859, Paus Yohanes XXIII merenungkan kehidupan sang santo dan makna menjadi seorang imam yang kudus.
Dalam ensikliknya yang berjudul Sacerdotii Nostri Primordia pada tahun 1959 untuk memperingati 100 tahun kematian Vianney, Paus Yohanes XXIII menggambarkan kehidupan imam tersebut sebagai contoh kesucian yang menginspirasi.
Yohanes Vianney, seperti dilansir dari Catholic News Agency (CNA) pada Sabtu (5/8/2023), mengalami kesulitan dalam studinya, namun hal itu tidak menghalangi dia untuk ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1815. Tugas pertamanya sebagai imam membawanya ke Ars, Prancis, dekat kampung halamannya di Dardilly, dan di sana, dia mengabdikan diri sepanjang hidupnya.
Dedikasi Yohanes Vianney kepada orang miskin dan nasihatnya kepada mereka yang membutuhkan telah memperlihatkan kasih yang tulus kepada sesama. Ia mendirikan La Providence, sebuah panti asuhan untuk gadis-gadis, sebagai bukti nyata dari pelayanan cintanya kepada sesama manusia.
Namun, ciri khas terbesar dari kehidupan Vianney adalah dedikasinya terhadap sakramen pengakuan dosa. Dia dengan setia memberikan pelayanan untuk menerima pengakuan dosa selama 16 jam sehari, menunjukkan perhatiannya kepada keselamatan jiwa-jiwa orang lain.
Dalam ensikliknya, Paus Yohanes XXIII menyoroti tiga nasihat injili yang diwujudkan oleh Vianney, yaitu kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan. Kehidupan Vianney yang sederhana dan terlepas dari harta duniawi memungkinkannya memberikan perhatian dan bantuan yang tulus kepada orang miskin.
Paus juga menunjuk betapa pentingnya kemurnian dalam kehidupan seorang imam. Vianney mengajarkan bahwa jiwa yang dikuasai oleh kemurnian akan mencintai orang lain dengan sejati, karena mereka telah menemukan sumber cinta yang sesungguhnya, yaitu Allah.
Selain itu, dedikasi Vianney terhadap ketaatan juga menjadi sorotan dalam ensiklik tersebut. Meskipun menginginkan kehidupan yang tenang dan kontemplatif, Vianney patuh kepada uskupnya dan dengan sabar menjalani tugas pastoral yang berat.
Kehidupan doa Vianney dan pengabdiannya kepada Ekaristi juga menjadi poin penting dalam ensiklik Paus. Ia dengan tekun menahan kehendaknya sendiri untuk lebih mendedikasikan diri kepada Gereja dan memperkuat komitmennya terhadap sakramen pengakuan dosa.
Paus Yohanes XXIII berharap bahwa semangat dan ketulusan dalam pelayanan yang diperlihatkan oleh Santo Yohanes Vianney dapat menginspirasi semua imam di seluruh dunia. Keikhlasan Vianney dalam memberikan diri untuk kepentingan sesama dan pelayanan kepada Gereja merupakan teladan yang layak diikuti oleh setiap imam.
Semangat kesucian yang ditunjukkan oleh Santo Yohanes Vianney tidak hanya relevan pada zamannya, tetapi juga tetap relevan dan menginspirasi hingga saat ini. Kita dapat belajar dari kehidupannya yang sederhana, kemurnian hatinya, dan ketekunan dalam melayani agar kita juga dapat menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama dan mewartakan cinta kasih Allah kepada dunia. Semoga teladan dan ajaran Santo Yohanes Vianney terus memberikan inspirasi dan berdampak positif bagi seluruh umat manusia. (AD)