MEDIA NUCA – Jumlah kendaraan yang terpantau lebih sedikit pada akhir pekan yang lalu Sabtu (2/9) ternyata tak banyak membantu memperbaiki kualitas udara di sejumlah wilayah, termasuk DKI Jakarta.
Hal ini lantas memicu pertanyaan terkait anggapan bahwa kendaraan bermotor merupakan penyumbang terbesar polusi udara di Jabodetabek.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) lantas meminta diadakannya kajian terkait anggapan yang selalu muncul itu, yakni kendaraan sebagai biang kerok polusi udara termasuk kemungkinan menemukan faktor lain penyebab polusi udara selain emisi kendaraan.
“Hal ini menandakan perlunya dikaji lebih dalam apakah kendaraan bermotor merupakan penyumbang terbesar polusi udara. Diperkirakan ada faktor lain di luar transportasi yang menyebabkan kualitas udara di akhir pekan cukup buruk, sama dengan di hari kerja,” kata Febri Hendri Antoni Arif Juru Bicara Kementerian Perindustrian dalam keterangan resmi dikutip Senin (4/9/2023).
Melalui keterangannya, Kemenperin juga memberi bukti soal kualitas udara di Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang dan Depok (Jabodetabek) pada Sabtu (2/9).
Dalam data itu indeks kualitas udara Jabodetabek bertahan di angka 168 (tidak sehat) dan konsentrasi Particulate Matter (PM) 2,5, yakni 19,3 kali nilai panduan kualitas udara tahunan dari World Health Organization (WHO).
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hingga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyebut salah satu penyebab polusi udara di DKI dan sekitarnya adalah kendaraan
Vonis itu kemudian disusul dengan upaya pembatasan mobilisasi kendaraan yang tidak lolos uji emisi dengan diadakannya tilang uji emisi yang efektif sejak 1 September yang lalu.
Akan tetapi, data hasil pengamatan Kemenperin tidak berbanding lurus dengan diagnosa dan upaya penanganan KLHK dan Luhut. Jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi berkurang, tapi polusi udara tetap tinggi.
“Kualitas udara di hari Sabtu ini menunjukkan bahwa level emisi di udara ambien tetap tinggi pada saat jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi lebih sedikit,” kata Kemenperin.