MEDIA NUCA – Pakar hukum tata negara yang juga adalah pelapor dugaan pelanggaran etik hakim MK, Denny Indrayana, bersikeras agar Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tidak hanya menjatuhkan sanksi etik kepada Ketua MK Anwar Usman, melainkan juga membatalkan produk yang diputuskan MK.
Denny menuntut MKMK membatalkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia minimum capres-cawapres yang diputuskan Anwar.
Putusan Nomor 90 itu diketahui menyatakan bahwa anggota legislatif dan kepala daerah di semua tingkatan berhak menjadi capres ataupun cawapres, meski belum berusia 40 tahun.
Denny menjelaskan bahwa pelanggaran Anwar Usman dalam putusan tersebut tidak hanya kode etik, melainkan juga produk hukumnya.
“Saya tetap bersikeras bahwa MKMK mesti memberikan ruang kepada permohonan saya untuk tidak hanya memberikan sanksi etik kepada Anwar Usman, tapi juga konsekuensi terhadap putusan 90,” kata Denny dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (04/11/2023).
Denny mengajukan dua argumentasi perihal tuntutannya tersebut. Pertama, ia sudah melaporkan dugaan pelanggaran kode etik Anwar Usman ke MKMK dua bulan sebelum MK membacakan putusan.
Denny melaporkan Anwar atas dugaan pelanggaran kode etik. Pasalnya, berstatus sebagai paman, Anwar turut memutus perkara yang berkaitan dengan kepentingan keponakannya, yakni Gibran.
“Jadi sebelum (putusan nomor 90 itu) final dan binding, saya sudah menyampaikan ini putusan akan bermasalah. Setelah putusan dibacakan lalu dikatakan ‘maaf putusan sudah final and binding, tidak bisa diganggu gugat’, ya jangan begitu dong,” ujarnya.
Kedua, sebuah putusan yang dalam proses penyusunannya terjadi pelanggaran kode etik mestinya batal.
Denny mengerti bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Akan tetapi, setiap prinsip hukum mengandung pengecualian. Salah satunya adalah ketika terjadi pelanggaran etik dalam penyusunan putusan.
“In every principle there should be exception. Selalu ada pengecualian dalam prinsip hukum,” kata Denny.
Selama ini menurut Denny memang belum pernah terjadi peristiwa di mana MKMK membatalkan putusan MK. Akan tetapi, selama ini juga belum pernah terjadi kasus pelanggaran etik seperti yang terjadi pada putusan MK Nomor 90 ini.