MEDIA NUCA โ Skandal korupsi mengguncang Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, setelah lima Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat ditahan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Pilkada Aru tahun 2020 senilai Rp 2,8 miliar. Sebelumnya, jumlah dana yang disebutkan adalah Rp 25 miliar.
Kelima komisioner tersebut adalah Mustafa Darakay, yang menjabat sebagai Ketua KPU Aru, serta empat anggota KPU Aru lainnya, yaitu Yoseph Sudarso Labok, Kenan Rahalus, Tina Jovita Putnarubun, dan Mohamad Adjir Kadir.
Pengacara mereka, Hendrik Lusikooy, menyayangkan penahanan tersebut, mengklaim bahwa hal ini akan menghancurkan tahapan Pemilu 2024 di Aru.
โPada saat penahanan hendak dilakukan, saya selaku kuasa hukum sempat menanyakan jaksa yang menerima Tahap II itu apakah Undang-Undang KPU diabaikan? Dan dijawab dengan tegas jaksa bahwa ya demikian,โ kata Hendrik pada Rabu (17/1).
โDengan demikian karena kelima komisioner ini ditahan maka dengan sendirinya baik Kejaksaan Negeri Aru atau Dobo maupun Kejaksaan Tinggi Maluku telah menghancurkan proses dan tahapan Pemilu di Kabupaten Aru,โ tambahnya.
Hendrik melaporkan bahwa seluruh komisioner seharusnya berkegiatan pada Rabu sore (17/1), dengan beberapa di antaranya berada di KPU Provinsi, Bali, dan Jakarta.
Namun, penahanan ini menghentikan mereka untuk mengikuti kegiatan tersebut, mengakibatkan tahapan Pemilu di Dobo, ibu kota Kepulauan Aru, menjadi hancur lebur.
Para komisioner KPU Aru ditahan di Lapas Kelas IIA Ambon dan Lapas Perempuan Ambon. Kasus ini diusut oleh Polres Kepulauan Aru, dan sebelumnya, pada 17 Maret 2023, status tersangka sudah diberlakukan terhadap enam orang, termasuk Sekretaris KPU Aru, Agustinus Ruhulesinโmeskipun saat ini ia belum ditahan. (AD)