MEDIA NUCA โ Persidangan mantan Wali Kota Bima, Muhammad Lutfi, terus mengungkap fakta-fakta mengejutkan. Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Setda Kota Bima, Agus Musalim, menjadi saksi kunci yang memberikan keterangan penting di Pengadilan Tipikor Mataram pada Senin (26/2/2024) lalu.
Agus Musalim mengungkapkan bahwa pada tahun 2023, ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki kasus korupsi di Pemkot Bima, ia menerima perintah untuk menghilangkan dokumen-dokumen proyek.
Perintah tersebut berasal dari Sekda Kota Bima, Mukhtar, yang memerintahkan Agus untuk membakar handphone dan dokumen-dokumen terkait proyek.
โSaya menerima perintah membakar handphone dan dokumen-dokumen proyek tahun 2023. Ini perintah Sekda Mukhtar, disampaikan di ruangannya. Saya tidak berani melaksanakannya,โ ungkap Agus Musalim.
Selain itu, Agus Musalim juga mengakui menerima uang saat menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Pembangunan Sayap Kantor Wali Kota Bima.
Uang tersebut berasal dari kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek Pemkot Bima dengan nilai bervariasi, mulai dari Rp2 juta hingga Rp60 juta.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK mengungkapkan bahwa Agus Musalim menerima transfer uang dari kontraktor bernama Junaidin dan Imsal Sulaiman. Agus menyatakan bahwa ia menerima uang tersebut karena diminta untuk membantu tenaga kerja dalam proyek-proyek tersebut.
Selain itu, Agus Musalim juga dihadapkan pada pertanyaan JPU terkait aliran dana sebesar Rp60 juta. Ia mengakui menerima uang tersebut terkait pembangunan Sayap Kantor Wali Kota Bima.
โAda beberapa kali transfer. Nilainya Rp60 juta. Itu total saya dikasih,โ ujar Agus.
Penting untuk dicatat bahwa pembangunan Sayap Kantor Wali Kota Bima telah menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB. Lembaga auditor ini menemukan kekurangan volume pekerjaan pada proyek dengan total kerugian mencapai Rp35.184.018.
Kekurangan volume tersebut ditemukan pada beberapa item pekerjaan seperti sloof S1, balok B1, balok B2, balok B3, dan keramik pada kamar mandi dan toilet. Selain itu, rekanan juga dikenai denda keterlambatan sebesar Rp157.202.060.(AD)