MEDIA NUCA – Perdana Menteri (PM) Palestina, Mohammad Shtayyeh baru saja mengajukan pengunduran diri pada, Senin (26/2) lalu dalam pembukaan rapat pemerintah di Ramallah.
Shtayyeh melepas jabatan dengan menyerahkan surat pengunduran diri kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas setelah memimpin sebagai orang ke-18 yang memegang otoritas Palestina sejak ia diangkat pada Maret 2019.
Dikabarkan, alasan pengunduran diri Shtayyeh adalah eskalasi konflik di Tepi Barat yang membutuhkan struktur baru.
“Saya melihat bahwa tahap selanjutnya dan tantangannya membutuhkan pengaturan pemerintahan dan politik baru yang memperhitungkan realitas baru di Gaza dan perlunya konsensus Palestina-Palestina yang didasarkan pada persatuan Palestina,” kata Shtayyeh.
Menurut Reuters, pengunduran diri Shtayyeh juga terjadi karena meningkatnya tekanan AS terhadap Presiden Mahmoud Abbas untuk merombak Otoritas Palestina seiring dengan meningkatnya upaya-upaya internasional untuk menghentikan pertempuran di Gaza dan mulai menyusun struktur politik yang akan mengatur daerah kantong tersebut setelah perang.
Terkait isu desakan dunia internasional itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Palestina, Riyad Al Maliki menyatakan bahwa dalam pemerintahan terbaru Palestina pihaknya tak akan melibatkan Hamas untuk menjaga pergaulan internasional mereka.
“Saat ini bukan waktunya membentuk pemerintahan koalisi nasional. Sekarang bukan waktunya bagi pemerintahan di mana Hamas akan menjadi bagiannya,” tegas Al Maliki dalam pernyataannya pada, Rabu (28/2).
Masuknya Hamas dalam pemerintahan Palestina dinilainya akan menjadi batu sandungan bagi negara itu dalam hubungan internasional.
“Kami tak ingin berada dalam situasi seperti itu. Kami ingin diterima dan terlibat penuh dengan komunitas Internasional,” lanjutnya.