MEDIA NUCA – Nama Franz Magnis-Suseno belakangan kembali ramai dibicarakan lantaran kembali menjadi saksi ahli bidang etika dalam sidang PHPU di Mahkamah Konstitusi (MK) pada, Selasa (2/4/2024) lalu.
Ini merupakan kali kedua bagi filsuf sekaligus rohaniwan itu menjadi saksi dalam sidang di pengadilan. Kehadirannya di sidang sengketa pemilu menuai banyak dukungan serentak kecaman, termasuk dari kalangannya sendiri, umat Katolik.
Lantas siapakah sosok Franz Magnis-Suseno? Berikut ulasannya.
Profil Singkat Romo Magnis
R.P. Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ (dikenal sebagai Romo Magnis) adalah seorang imam (Romo) Katolik, Filsuf, dan juga penulis. Magnis merupakan anggota Serikat Yesus (Jesuit).
Ia lahir pada tanggal 26 Mei 1936 di Eckersdorf, Sesilia, Distrik Glatz, Jerman yang sekarang bagian dari Polandia Nurnberg, Jerman, dengan nama lengkap Maria Franz Anton Valerian Benedictus Ferdinand von Magnis (Franz Graf von Magnis).
Magnis merupakan anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Ferdinand Graf von Magnis dan Maria Anna Gräfin von Magnis né Prinzessin zu Löwenstein.
Ia mulai berkarya di Indonesia sejak 1961 sebagai seorang imam dan ahli Marxisme (Teori Kiri paling berpengaruh yang pernah menguasai 1/3 dunia di abad ke-20).
Pada tahun 1977, ia melepas kewarganegaraan Jerman dan menjadi warganegara Indonesia serta menambah “Suseno” di belakang nama aslinya.
Sejak 1969 ia menjadi dosen tetap dan guru besar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.
Pendidikan/Formasi
- Tahun 1946, Magnis masuk sekolah asrama Yesuit (Gymnasium St. Blassien, suatu kolese Yesuit di pegunungan indah yang terletak Black Forest di perbatasan dengan Swiss) pada usia 10 tahun. Menurut pengakuannya sendiri, di sana Magnis rata-rata membaca 40 buku setiap tahun.
- Tahun 1955, sesudah lulus Gymnasium ia memutuskan masuk Ordo Serikat Yesus (Yesuit).
- Tahun 1961, sesudah studi filsafat di Pullach ia memutuskan untuk bergabung dengan misi Yesuit di Indonesia. Di Indonesia Magnis belajar bahasa Jawa intensif selama 13 bulan, dan kemudian bahasa Indonesia di Girisonta, Jawa Tengah.
- Pada Bulan April 1962, ia menjadi pengurus asrama siswa dan guru agama di Kolese Kanisius di Jakarta.
- Tahun 1964 sampai 1968, ia studi teologi di Yogyakarta.
- Tahun 1967, ia ditahbiskan imam (menjadi Romo Katolik) oleh Kardinal Justinus Darmojuwono.
- Dari tahun 1971 sampai 1973, Magnis menempuh studi doktor di Ludwig-Maximilian-Universitas di München dan dipromosi dengan disertasi tentang Karl Marx berjudul Normative Voraussetzungen im Denken des jungen Marx (Presuposisi Normatif dalam Pemikiran Marx Muda [1843–1848]), demistifikasi Marx.
Karier
- Tahun 1968, Magnis ditugaskan ikut membangun suatu tempat studi filsafat di Jakarta yang kemudian diberi nama Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara (diambil dari nama mendiang R.P. Prof. Dr. Nicolaus Drijarkara, SJ). Sekolah Tinggi itu membuka kuliahnya pada tahun 1969 dengan delapan mahasiswa. Sekarang, sekolah ini sudah membuka tiga program yang mencakup sarjana, magister dan doktor dengan akreditasi A.
- Sejak 1 April 1996 Magnis menjadi Guru Besar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, memberi kuliah tentang etika dan filsafat politik dan menjabat sebagai sekretaris eksekutif di STF Driyarkara.
- Sejak 1975, ia juga mengajar di Universitas Indonesia dan kemudian selama sembilan tahun di Universitas Katolik Parahyangan di Bandung.
- Magnis juga beberapa kali memberi kuliah tentang etika Jawa selama satu semester di Geschwister-Scholl-Institut Universitas Ludwig-Maximilian dan di Hochschule für Philosophie di München dan di Fakultas Teologi Universitas Innsbruck.
- Tahun 1988 sampai 1998 ia menjabat sebagai Ketua STF Driyarkara dan 1995 – 2005 sebagai Direktur Program Pascasarjana yang menawarkan studi magister dan doktor.
- Tahun 2000 ia diterima sebagai anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.
- Tahun 2008 – 2017 ia menjabat sebagi Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan Driyarkara, penyelenggara STF Driyarkara.
- Profesor emeritus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara (sekarang)
Penghargaan/Gelar
Sebagai intelektual yang terlibat dalam isu-isu sosial-politik, Magnis menerima banyak penghargaan dari berbagai lembaga. Berikut adalah beberapa di antaranya.
- Pada 4 Mei 2001 Magnis menerima penghargaan Tanda Jasa Grand Cross of the Order of Merit of the Federal Republic of Germany dari pemerintah Jerman.
- Tahun 2002 ia menerima gelar Doktor honoris causa dari Fakultas Teologi Universitas Luzern (Swiss).
- Tahun 2008, Magnis dinobatkan sebagai rohaniawan pertama Indonesia yang menulis buku tentang marxisme oleh Museum Rekor Indonesia (MURI).
- Pada tahun 2015 Magnis dianugerahi gelar kehormatan Bintang Mahaputera Utama melalui Keppres No.83/TK/Tahun 2015, Tanggal 7 Agustus 2015.
- Pada 16 Agustus 2015, Magnis menerima penghargaan Roosseno Award atas kiprahnya dalam memberi inspirasi di bidang kemanusiaan demi kesejahteraan lahir batin masyarakat Indonesia.
- Tahun 2016 Magnis dianugrahi penghargaan Premio Internazionale Matteo Ricci atau Matteo Ricci Award (MRA) atas perannya dalam memajukan dialog antarumat beragama di Indonesia.
- Pada tahun 2017 Magnis dianugerahi penghargaan Philosophy Award oleh Fakultas Filsafat UGM sebagai Filsuf Terkemuka Indonesia 2017.
Publikasi
Sebagai cendekiawan, Franz Magnis-Suseno terbilang sangat produktif menulis. Berikut adalah beberapa buku tulisan Magnis.
- 1975 Normative Voraussetzungen im Denken des jungen Marx, München: Alber.
- 1981 Javanische Weisheit und Ethik, München/Wien:Oldenbourg.
- 1984 Etika Jawa. Sebuah Analisa Falsafi, Jakarta: Gramedia.
- 1986 Kuasa dan Moral Jakarta: Gramedia.
- 1989 Neue Schwingen für Garuda. Indonesien zwischen Tradition und Moderne, München: Peter Kindt.
- 1989 Etika Dasar. Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta: Kanisius.
- 1991 Wayang dan Panggilan Manusia Jakarta: Gramedia.
- 1992 Filsafat Sebagai Ilmu Kritis Yogyakarta: Kanisius.
- 1995 Mencari Sosok Demokrasi. Sebuah Telaah Filosofis, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- 1999 Pemikiran Karl Marx. Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- 2003 Dalam Bayang-bayang Lenin. Enam Pemikir Marxisme dari Lenin Sampai Tan Malaka, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- 2005 Pijar-pijar Filsafat. Dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan, dari Adam Müller ke Postmodernisme, Yogyakarta: Kanisius.
- 2006 Menalar Tuhan, Yogyakarta: Kanisius.
- 2013 Dari Mao ke Marcuse: Percikan Filsafat Marxis Pasca-Lenin, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- 2015 Garuda im Aufwind. Das moderne Indonesien, Bonn: Dietz Nachf.
- 2016 Etika Politik. Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- 2017 Katolik Itu Apa? Sosok – Ajaran – Kesaksiannya, Yogyakarta: Kanisius.
- 2020 Menggereja Di Indonesia: Percikan Kekatolikan Sekarang, Yogyakarta: Kanisius.
- 2021 Demokrasi – Agama – Pancasila: Catatan Sekitar Perpolitikan Indonesia Now, Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
- 2021 Keagamaan Masa Depan – Modernitas – Filsafat: Harkat Kemanusiaan Indonesia Dalam Tantangan, Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
- 2023 Iman dalam Tantangan: Apa Kita Masih Dapat Percaya Pada “Yang di Seberang?”, Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Sampai sekarang, Magnis sudah menulis lebih dari 700 karangan populer maupun ilmiah serta 44 buku, kebanyakan dalam bahasa Indonesia, terutama di bidang etika, filsafat politik, alam pikiran Jawa dan filsafat ketuhanan. Ia juga banyak memberi kuliah dan ceramah, muncul dalam talkshow di TV dan aktif dalam dialog antaragama.
Info Menarik tentang Romo Magnis
Sebagai tambahan, perlu kiranya kita mengetahui juga beberapa informasi menarik mengenai filsuf terkemuka, tokoh nasional dan pembaca serius Karl Marx yang sering muncul dengan argumen-argumen kontras ini.
Pertama, Romo Magnis yang terkenal sederhana ini ternyata datang dari keluarga bangsawan. Keluarga Romo Magnis berdarah ningrat, pemegang klan bangsawan Austria, Grafenvon Magnis. Mereka memiliki kastil di perbatasan Ceko-Slovakia tempat yang selalu disebut Romo Magnis jika menceritakan masa kecilnya.
Kastil mereka seluas Istana Cipanas di Bogor dan dihuni keluarga Magnis selama 300 tahun. Bangunan itu mereka tinggalkan setelah diusir penguasa komunis Ceko pada Perang Dunia II.
Selain itu, meskipun berdarah ningrat, sebagai imam Katolik Romo Magnis menghayati kaul-kaul (sumpah) religius untuk hidup dalam “kemiskinan” (hidup sederhana), “kemurnian” (tak menikah), dan “ketaatan” (mengabdi pada serikat dan Injil). Soal hidup sederhana, putra sulung bangsawan ini mengaku baru beberapa tahun terakhir memiliki rekening pribadi untuk urusan kesehatan (berhubung beliau rutin konsultasi ke dokter).
Mengenai penghayatan akan kesederhanaan, Magnis dalam satu kesempatan mengaku memiliki beberapa celana pemberian orang yang sudah berusia 15 tahun. Ia juga menyebut bahwa dirinya hampir tak pernah membeli pakaian sendiri, uang saku diberi oleh komunitas (Biara) dan menyerahkan gaji atau atau pendapatan dari kegiatannya ke komunitas.
Fakta menarik selanjutnya ialah bahwa Magnis diketahui menolak Achmad Bakrie Award pada tahun 2007 dengan alasan keterlibatan kelompok tersebut dalam kasus Lumpur Lapindo.
“Saya tidak mau menerima penghargaan dari perusahaan yang terlibat dalam kasus lumpur di Sidoarjo,” kata Magnis menjelaskan sikapnya itu.
Hal ini sekaligus memperlihatkan integritas Magnis sebagai intelektual dan tokoh bangsa yang berprinsip, solider dan tak akan menolerir bentuk-bentuk ketidakadilan.
Selanjutnya, pada tahun 2013 Magnis juga diketahui mengkritik ACF – sebuah lembaga yang mempromosikan perdamaian, demokrasi, toleransi, serta dialog antarkepercayaan – atas rencana mereka memberi “penghargaan negarawan” kepada presiden SBY kala itu. SBY dinilai Magnis tak layak menerima penghargaan tersebut.
Magnis salah satunya mengangkat kasus pengejaran terhadap kelompok Ahmadiyah oleh Muslim garis keras di Indonesia di masa SBY di mana pemerintahan SBY tak berbuat apa-apa terhadap peristiwa tersebut.
Fakta menarik berikutnya ialah heroisme Magnis sebagai seorang cendekiawan. Sebagai seorang cendekiawan, Magnis dikenal cukup heroik dalam mempertahankan kebebasan intelektual. Diketahui, sejak tahun 2001 hingga 2017, buku-buku Magnis, terutama seri tentang Karl Marx, kerap dibakar dan dirazia oleh oknum-oknum yang ia sebut “bodoh”, karena dianggap memicul lahir kembalinya komunisme.
Padahal menurut Magnis, jika dibaca, ia dalam buku-buku tersebut justru mengkritik Marx dengan sangat tajam yang mana menurutnya pasti tak akan disukai oleh para pendukung Marx. Namun, meskipun banyak ditekan, Magnis tak pernah terintimidasi untuk berhenti menulis. Ia malah makin produktif dan menunjukkan dirinya sebagai intelektual yang berani.
Fakta menarik lain adalah bahwa Magnis diketahui berteman dekat dengan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan menganggap Gus Dur sebegai orang paling penting dalam hidupnya. Sebagai tokoh nasional, ia aktif memperhatikan situasi politik melalui tulisan dan diskusi sejak Orde Baru hingga sekarang.
Demikian profil lengkap tentang Romo Franz Magnis-Suseno, seorang intelektual gemilang dengan integritas yang terjaga baik.