MEDIA NUCA โ Sejarah Kampung Lingko Lolok dimulai dari kabar keberangkatan Lopo Kantor dan rekan-rekannya dari Kampong Rihut ke Luwuk, dan kemudian ke Kampung Ngendeng, Desa Golo Munga, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, yang sekarang berada di Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kabar tersebut menyebar dengan cepat, menyebabkan keterkejutan bagi Petrus Delo (atau dikenal sebagai Lopo Delo), yang sebenarnya sudah merencanakan untuk mencari kehidupan baru dengan pindah ke tepi pantai. Namun, kedatangan Lopo Kantor dan rombongan membuatnya merasa terlambat.
Tanpa banyak menunda, Lopo Delo segera mengumpulkan sejumlah anak muda, terutama tokoh-tokoh penting di Kampung Ngendeng. Hanya dalam waktu dua minggu setelah keberangkatan Lopo Kantor dan kelompoknya, Lopo Delo beserta rombongan tiba di Lingko Lolok pada tanggal 17 Mei 1950.
Lingko Lolok terletak di dataran tinggi yang luas, di Desa Satar Punda, sebelah utara Luwuk. Awalnya, Lopo Delo berencana pindah ke Luwuk, namun karena sudah didahului oleh Lopo Kantor, akhirnya dia memilih Lingko Lolok sebagai tempat tinggal baru.
Rombongan Lopo Delo terdiri dari beberapa tokoh utama, di antaranya Petrus Delo sebagai pemimpin, Mikael Dodo, Lopo Uju, Agustinus Maga, Damianus Kapu, Paulus Dani, Paulus Gaus, dan yang menyusul kemudian antara lain Yohanes Baas, Andreas Lada, Yohanes Jandu, Lukas Mboat, Titus Tober, dan Petrus Jama.
Setelah memilih lokasi untuk mendirikan kampung, Lopo Delo memilih kawasan kebun di lingko Satar Tana, di sebelah barat kampung Lingko Lolok. Lopo Delo juga menjadi Tua Teno pertama di Lingko Lolok, mewarisi jabatan tersebut dari kilo Lantar.
Sebagai mayoritas klan, Lantar memiliki hak adat atas Tua Teno. Kemudian, jabatan Tua Teno diserahkan dari kilo Lantar ke kilo Welek, tanpa disebutkan alasan penyerahannya.
Pada awal pendiriannya, Lingko Lolok dihuni oleh tujuh klan. Kilo Lantar terdiri dari Petrus Delo (Lopo Delo), Agustinus Maga, Mikael Dodo, Lopo Uju, Damianus Kapu, dan Titus Tober. Kilo Welek diwakili oleh Paulus Dani dan Paulus Gaus. Kemudian ada kilo Reca (Yohanes Jandu), kilo Lamba (Andreas Lada), kilo Wudi Wajang (Yohanes Baas), kilo Ketang (Lukas Mboat), dan kilo Sumba (Petrus Jama).
Lingko Lolok juga mengadakan berbagai acara adat, seperti acara Paki Kaba, yang merupakan ritual penting dalam kehidupan masyarakat adat. Acara Paki Kaba pertama diadakan pada tanggal 24 Juli 1953, menandai pembukaan Lingko Lolok sebagai beo rame. Lalu tanggal 12 November 1956 diadakan acara paki kaba wete wase agu poka haju.
Paki kaba ini bertujuan untuk memohon dilindungi ketika mengerjakan kebun. Setahun kemudian, tepatnya 13 Juli 1957 diadakan acara paki kaba tegi woja agu latung. Acara Paki Kaba diadakan untuk berbagai tujuan, seperti memohon perlindungan, kesuburan tanah, air minum, dan berkat bagi kesuburan tanah dan panen.
Pada tanggal 25 Juli 1958 diadakan acara paki kaba di Bea Mberong, untuk memohon diberikan kesuburan bagi lahan (tanah) yang sudah dibagi kepada setiap warga kampung. Tanggal 9 Juli 1961 diadakan acara paki kaba tegi wae tiku, memohon diberikan air minum bagi kampung Lengko Lolok.
Pada tanggal 1 November 1963, acara Paki Kaba dihadiri oleh para tua adat dari sejumlah kampung, yaitu pertama, kampung Luwuk diwakili Lopo Kantor, Raymundus Ronta, Markus Namok, dan Bernadus Ganda. Kedua, kampung Cepang diwakili Lopo Ngero.
Ketiga, kampung Rihut diwakili Lopo Nabi. Keempat, kampung Wae Rambung diwakili Lopo Pangkang. Kelima, kampung Rana Masa diwakili Lopo Edar. Keenam, kampung Nempong diwakili Lopo Sember dan Lopo Jerek. Ketujuh, kampung Hedok diwakili Lopo Joma. Kedelapan, kampung Wae Ruek diwakili Lopo Ganur.
Kesembilan, kampung Larok diwakili Lopo Ganggus. Kesepuluh, kampung Kodo (sekarang Golo Pau) diwakili Lopo Hasa. Kesebelas, kampung Rujung diwakili Lopo Ndasak. Keduabelas, kilo Nawang diwakili Herman Bocok dan Andreas Ande.
termasuk Luwuk, Cepang, Rihut, Wae Rambung, Rana Masa, Nempong, Hedok, Wae Ruek, Larok, Kodo, Rujung, dan kilo Nawang.
Acara tersebut menandai pentingnya Lingko Lolok dalam jaringan komunitas adat di sekitarnya.
Sumber:
Penuturan Bapak Aleksius Jami, Mei 2018 (sumber utama)
Penuturan Bapak Bonefasius Uden, Mei 2018