MEDIA NUCA โ Roma, sebuah kota yang penuh dengan sejarah dan pengalaman yang telah melihat berbagai peristiwa selama berabad-abad, memiliki momen tak terlupakan yang masih hidup dalam ingatan warganya. Pada tanggal 19 Juli 1943, seperti dilansir dari Catholic Herald (21/7), kota ini mengalami peristiwa yang mengguncangnya dan meninggalkan bekas luka yang mendalam di hati warga Roma.
Saat itu, sekitar 500 pesawat Amerika di bawah komando Jenderal James โJimmyโ Doolittle melakukan serangan pengeboman di Roma, yang menyebabkan kerusakan besar dan korban jiwa yang tragis.
Serangan tersebut bertujuan untuk melemahkan cengkeraman Mussolini atas kekuasaan dan mendukung upaya Sekutu. Namun, akibatnya sangat mengerikan: 3.000 orang tewas, 11.000 orang terluka, 10.000 rumah hancur, dan lebih dari 40.000 warga Roma menjadi pengungsi.
Wilayah San Lorenzo, tempat dimana berdirinya Basilika San Lorenzo fuori le mura, merupakan salah satu daerah yang paling parah terdampak. Basilika ini sendiri hampir hancur, menyebabkan kehancuran bagi harapan dan keyakinan spiritual warga Roma.
Dalam momen ketidakpastian dan ketakutan ini, Paus Pius XII, yang merupakan orang Roma asli dan paus saat itu, mengambil keputusan berani untuk mengunjungi situs kerusakan di San Lorenzo. Paus Pius XII jarang sekali meninggalkan Vatikan, apalagi di tengah situasi perang yang sedang berlangsung.
Namun, pada pukul 2 sore hari itu, paus datang ke San Lorenzo hanya ditemani oleh dua orang, tanpa ditemani rombongan keamanan yang biasanya menjaganya ketika melakukan perjalanan. Keberanian Paus Pius XII membuatnya diberi julukan โPembela Kotaโ karena kehadiran pastoralnya di tengah-tengah rakyat yang menderita akibat serangan pengeboman.
Kunjungan paus ini tidak diumumkan secara resmi, tetapi kabar cepat menyebar, dan orang-orang yang selamat dan penduduk setempat berkumpul di sekitarnya. Paus Pius XII berdoa dan memberkati mereka, dengan simbolis yang sangat kuat, berdiri di depan kerumunan dengan kedua lengannya terentang seolah-olah memohon agar langit menyelamatkan mereka dan kota dari penderitaan lebih lanjut.
Sebulan kemudian, pada tanggal 13 Agustus 1943, Paus Pius XII mengulangi gestur keberanian ini ketika bom sekutu sekali lagi jatuh di wilayah San Giovanni. Dengan dua serangan pengeboman ini sebagai momen yang menentukan, warga Roma percaya bahwa perhatian Paus Pius XII telah melindungi kota dari kerusakan lebih lanjut.
Hingga hari ini, kenangan akan gestur luar biasa Paus Pius XII pada 19 Juli 1943 tetap hidup, menjadi pengingat bahwa meskipun perang mungkin masih ada, suara perdamaian dan keberanian untuk menyuarakannya tetap ada.
Paus Fransiskus, pengganti Paus Pius XII, juga mengingatkan pada momen bersejarah ini dan berdoa untuk perdamaian di dunia, mengajak kita untuk tidak melupakan tragedi dan penderitaan yang terjadi akibat perang.
Roma terus menjadi kota dengan sejarah yang mendalam, mengajarkan pelajaran tentang ketahanan, keberanian, dan perdamaian yang akan selalu diingat oleh generasi yang datang.
Pengalaman dari 80 tahun yang lalu tetap menjadi bagian penting dari identitas kota ini, saksi dari masa lalu yang membentuk arah masa depan. Semoga kita selalu menghargai dan belajar dari kenangan ini, agar kita tidak pernah melupakan arti penting perdamaian di dunia yang terus berubah ini. (AD)