MEDIA NUCA โ Deni Iskandar, pemuda Muslim asal Pandeglang, Banten telah merampungkan studinya dari Universitas Kepausan St. THomas Aquinas, Angelicum yang berlokasi di Roma.
Momen kegembiraan itu seakan menjadi lengkap ketika anak penjual kopi di Pasar Kambing, Tanah Abang, Jakarta Pusat itu mendapat kesempatan bertemu dengan Paus Fransiskus di Vatikan, Rabu 28 Juni 2023.
Kesempatan bertemu Paus Fransiskus dimungkinkan karena Deni adalah penerima beasiswa dari Yayasan Nostra Aetate, Vatikan yang menyediakan beasiswa bagi jumlah terbatas orang dari kalangan non-Kristiani untuk Studi Hubungan Antaragama.
Ia menjelaskan, pertemuan dirinya dengan Paus Fransiskus dalam rangka silaturahmi sekaligus laporan atas selesainya studi di Nostra Aetate Fondation Disastery Interreligous Dialogue, Vatikan.
โJadi dalam pertemuan itu, saya silaturahmi dengan Yang Mulia Paus Fransiskus, kemudian juga laporan bahwa saya sudah beres menyelesaikan studi, baik itu belajar di Pontifica Universita St Thomas Aquinas-Angelicum, di Pontifica Universita Gregoriana, maupun di Nostra Aetate,โ terang Deni.
Anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu mengungkapkan kegembiraannya bisa bertegur sapa dengan Pimpinan Gereja Katolik Dunia, sekaligus Kepala Negara Vatikan itu.
โSangat senang saya, bisa bersalaman dan bertegur sapa dengan Yang Mulia Paus Fransiskus. Apalagi kan kemarin itu duduknya di bangku paling depan. Tentu ini adalah sebuah kehormatan,โ kata Deni, saat ditemui pada acara pelantikan Dewan Pengurus Daerah Ikatan Keluarga Alumni Lembaga Ketahanan Nasional (IKAL Lemhannas) Banten, akhir Juli lalu.
Deni juga mengungkapkan kesannya terhadap Paus Fransiskus. Menurut dia, Kepala Negara Vatikan dan Pemimpin Gereja Katolik Dunia itu adalah sosok yang rendah hati dan memiliki komitmen yang tinggi untuk perdamaian dunia.
Ia lantas merayu Paus Fransiskus untuk berkenan datang ke Indonesia dan juga memintanya mendoakan Indonesia.
โDalam pertemuan itu saya juga bilang bahwa, jika ada waktu Santo Padre (Bapa Suci) Fransiskus harus datang ke Indonesia, kemudian juga saya bilang terima kasih telah memberikan saya beasiswa lewat Nostra Aetate Foundation, serta saya juga bilang, doakan saya dan Indonesia. Kemudian Paus Fransiskus bilang, Iya,โ jelasnya.
Deni Iskandar adalah satu-satunya Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang secara resmi menerima beasiswa dari Nostra Aetate Foundation Disastery Interreligious Dialogue, Vatikan.
Selain Deni, ada juga mahasiswi asal Filipina yang mendapatkan beasiswa yang sama.
Perihal bagaimana sampai mendapat beasiswa itu, Deni mengaku bahwa awalnya ia ditawari untuk lanjut studi oleh seorang Pastor bernama Michael Endro, Putut Prabantoro, Melki Laka Lena, serta Paulus Tasik Galle, Alumni UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Selai itu, ia juga direkomendasikan oleh Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Kardinal Suharyo dan Uskup Sufragan Bogor, Mgr Paskalis Bruno Syukur, OFM.
Kesan Deni terhadap Program Nostra Aetate
Deni menilai Gereja Katolik pasca Konsili Vatikan II (1962-1965) menjadi lebih moderat, terbuka dan progresif, terlebih dalam hal memajukan dialog lintas agama dengan spirit hidup bersama, secara praktis.
โJadi memang harus kita akui bahwa, Gereja Katolik itu pasca Konsili Vatikan II ini, lebih terbuka dan progresif. Terlebih dalam hal memajukan dialog lintas agama, dengan semangat Living Together itu,โ katanya.
Selain Nostra Aetate, ia juga menyinggung dokumen lain yang spesifik berbicara tentang persaudaraan umat manusia dan hubungan antaragama terutama dari โkeluarga-keluarga Abrahamโ, Yahudi, Kristen dan Islam, yakni dokumen Abu Dhabi yang sedikit banyak menunjukkan keseriusan Gereja Katolik mengupayakan perdamaian dan dialog lintas agama.
โAda banyak dokumen maupun ensiklik Gereja Katolik yang bicara tentang konsep dialog lintas agama, yang terbaru adalah, dokumen Human Fraternity. Itu adalah dokumen apostolik Paus Fransiskus saat bersilaturahmi dengan Grand Syekh Tayyeb, Imam besar al-Azhar, yang bertempat di Abu Dhabi.โ
Menurut Deni, saat ini alam berubah dan berdampak pada tatanan dunia yang tidak lagi sama. Tantangan semua umat manusia, bukan lagi perang teologi antaragama, melainkan kemiskinan, kesehatan global, perubahan iklim dan korupsi, yang sifatnya merugikan banyak orang.
โKita semua harus sadar bahwa, saat ini tatanan dunia sudah berubah, musuh kita bukan lagi antar pemeluk agama. Musuh nyata agama adalah kemiskinan, kesenjangan, perubahan iklim, kesehatan global juga perubahan iklim.โ
Penyebaran pemahaman inilah yang menjadi salah satu tujuan program beasiswa ini yang merupakan tanggung jawab semua agama di mana Gereja Katolik menawarkan diri sebagai katalisatornya.
โNah oleh karena itu, semua pemeluk agama itu harus bahu membahu menyelesaikan persoalan itu. Terlebih Islam dan Gereja Katolik, itu jelas punya tanggung jawab, terlebih saat ini sudah ada dokumen Human Fraternity itu kan, jadi standing-nya sudah jelas,โ demikian Deni.
Atas pengalaman berharga ini, Deni menyampaikan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang terlibat langsung.
โSaya sangat berterima kasih tentunya kepada Bang Melki Laka Lena, Pak Putut Prabantoro, Pak Paulus Tasik Galle, serta Romo Endro, Romo andalan saya. Juga kepada Bapak Kardinal dan Bapak Uskup Bogor,โ katanya.
Ia juga berharap ada generasi berikutnya dari Indonesia yang menerima beasiswa kepausan ini.
โUntuk saat ini baru saya yang studi di Kampus Dewan Kepuasan milik Vatikan di Kota Roma ini. Insya Allah setelah saya pasti akan ada lagi dari UIN Jakarta. Kita berdoa aja,โ tandasnya.