MEDIA NUCA โ Konflik di Kota Gaza semakin meluas, menciptakan situasi berbahaya bagi jurnalis dan pekerja media yang berusaha melaporkan serangan darat Israel.
Menurut Komite Pelindung Jurnalis Independen (CPJ), yang dikutip dari Vatican News, Jumat (11/2023), bulan lalu menjadi bulan paling mematikan bagi jurnalis sejak CPJ mulai mengumpulkan data pada tahun 1992.
Hingga 7 November 2023, 39 jurnalis dan pekerja media telah dikonfirmasi meninggal, dengan 34 di antaranya warga Palestina, 4 dari Israel, dan 1 dari Lebanon. Delapan jurnalis terluka, 3 dilaporkan hilang, dan 9 ditangkap.
Pada hari Selasa, berita tragis datang dari kematian seorang reporter Palestina, Mohammad Abu Hasira, bersama 42 anggota keluarganya dalam serangan udara Israel di Kota Gaza. Kantor berita Wafa, tempat dia bekerja, mengonfirmasi kehilangan tersebut.
CPJ juga menyelidiki laporan belum dikonfirmasi tentang jurnalis lain yang tewas, hilang, ditahan, terluka, atau terancam. Ini mencakup kerusakan pada kantor media dan rumah jurnalis di tengah eskalasi konflik.
Pada 27 Oktober, Angkatan Pertahanan Israel (IDF) memberi tahu agensi berita bahwa mereka tidak dapat menjamin keamanan jurnalis yang beroperasi di Jalur Gaza. Reuters melaporkan bahwa permintaan jaminan keamanan dari pihak IDF tidak dapat dipenuhi.
Dalam pernyataan, CPJ menekankan bahwa jurnalis adalah warga sipil yang melakukan pekerjaan penting selama krisis dan tidak boleh menjadi target. Pekerja media di seluruh wilayah telah membuat pengorbanan besar dan menghadapi ancaman yang meningkat.
Situs web CPJ secara berkala memperbarui daftar jurnalis yang tewas, terluka, atau hilang. Sementara jurnalis menghadapi risiko besar, warga biasa beralih ke media sosial, seperti TikTok, untuk membagikan kisah harian mereka.
Seorang remaja Palestina-Amerika, โanak Shireen abu Akleh,โ memberikan laporan langsung tentang keadaan di Gaza, menciptakan narasi yang penuh dengan ketegangan dan kepedihan. (AD)