MEDIA NUCA โ Sebuah penelitian terbaru, yang dilansir dari Catholic Herald, Sabtu (15/7/2023), mengungkapkan gambaran yang berbeda mengenai pandangan dan pengalaman wanita terhadap aborsi. Namun, hasil penelitian yang menarik ini terabaikan oleh media utama, yang sebelumnya telah memberitakan penelitian lain yang kontroversial.
Penelitian baru ini menunjukkan keragaman sikap dan perasaan wanita terhadap aborsi, menghadirkan pertanyaan yang penting tentang moralitas dan pemaksaan dalam tindakan aborsi.
Tiga tahun yang lalu, banyak surat kabar di AS dan Inggris melaporkan penelitian dengan judul yang mencolok seperti โSebagian Besar Wanita Tidak Menyesali Aborsi Mereka, Temuan Penelitianโ (Guardian, 13 Januari 2020) dan โMayoritas Wanita Merasa Lega, Tidak Menyesal, Setelah Aborsi, Kata Penelitianโ (CNN, 15 Januari 2020).
Penelitian tersebut mengutip studi โTurnawayโ, yang merekrut wanita di klinik aborsi sebagai peserta, dan menyatakan bahwa klaim mengenai emosi negatif terkait aborsi adalah mitos tanpa bukti yang jelas.
Namun, penting untuk menyadari bahwa penyesalan atau ketiadaan emosi negatif setelah aborsi sebenarnya memberikan wawasan menarik mengenai moralitas aborsi. Jika emosi kita dapat menjadi penanda untuk menyadari diri dan realitas moral, maka mungkin emosi ini dapat memberikan pemahaman tentang moralitas aborsi juga, meskipun tidak secara sempurna.
Mereka yang menentang aborsi seringkali menggunakan kerugian emosional sebagai argumen untuk membatasi akses terhadapnya. Namun, peneliti dari studi โTurnawayโ menyatakan bahwa klaim semacam itu seharusnya tidak memainkan peran signifikan dalam perdebatan tentang undang-undang aborsi.
Meskipun demikian, kumpulan data โTurnawayโ yang digunakan dalam penelitian ini dipertanyakan oleh banyak pihak. David Reardon, seorang peneliti, mengemukakan bahwa lebih dari dua pertiga wanita yang diminta berpartisipasi menolak diwawancarai, dan separuh dari mereka yang setuju akhirnya mundur.
Data ini menimbulkan keraguan tentang validitas penelitian โTurnawayโ, namun hasilnya tetap mendapatkan perhatian yang luas di media. Sebulan yang lalu, sebuah penelitian baru yang dipublikasikan dalam jurnal Cureus menunjukkan gambaran yang sangat berbeda. Tingkat partisipasi dalam survei penelitian ini tiga kali lebih tinggi dibandingkan Studi Turnaway.
Penelitian Cureus secara acak memilih kelompok wanita yang lebih tua (usia 41-45) dan mengevaluasi pandangan mereka tentang aborsi berdasarkan pengalaman masa lalu.
Penelitian dari Cureus menunjukkan bahwa โ33 persen wanita menggambarkan aborsi mereka sebagai diinginkan, 43 persen sebagai tidak konsisten, tidak sesuai dengan nilai dan preferensi mereka sendiri, 14 persen sebagai tidak diinginkan, dan 10 persen sebagai dikoersi.โ Mengapa temuan ini diabaikan oleh media? Apakah semua pihak dalam perdebatan aborsi setuju bahwa pemaksaan adalah tindakan yang tercela, dan bahwa wanita tidak seharusnya melakukan aborsi yang bertentangan dengan penilaian moral mereka sendiri?
Sikap diam dari wanita yang menyesali aborsi atau yang dipaksa untuk melakukannya, meskipun mereka memiliki pandangan yang berbeda, menimbulkan pertanyaan tentang budaya yang tidak sensitif terhadap kerugian moral dan penghargaan terhadap kesejahteraan wanita.
Lebih lanjut dalam ulasan Catholic Herald menegaskan bahwa sebuah penelitian lanjutan yang melibatkan beberapa peneliti yang sama dari studi Cureus, yang dipublikasikan dalam International Journal of Womenโs Health, menemukan bahwa โaborsi, dibandingkan dengan kelahiran hidup, terkait dengan risiko dan kemungkinan penyakit mental yang lebih tinggi selama tahun-tahun reproduksi.โ
Temuan ini menyoroti perlunya pemahaman yang lebih mendalam tentang konsekuensi kesehatan mental terkait aborsi.
Dari hasil penelitan tersebut, kita seharusnya perlu mendengarkan wanita dalam perdebatan aborsi. Namun, fakta bahwa wanita yang menyesali aborsi mereka atau yang melakukannya meskipun bertentangan dengan penilaian moral mereka sendiri diabaikan oleh media, menimbulkan kekhawatiran.
Jika kerugian moral adalah kerugian terburuk yang dapat kita berikan pada diri sendiri, maka penting bagi kita untuk bertanya mengapa ada sikap diam mengenai temuan ini. Sebagai masyarakat yang peduli terhadap kesejahteraan wanita, kita harus mempertimbangkan berbagai pandangan dan pengalaman yang beragam dalam perdebatan tentang aborsi ini. (AD)