Home ยป KPU Dinilai Perlu Perbaiki Aturan Teknis Pencalonan Legislatif

KPU Dinilai Perlu Perbaiki Aturan Teknis Pencalonan Legislatif

by Media Nuca

MEDIA NUCA โ€“ Ketentuan teknis pencalonan legislatif yang selama ini diatur KPU melalui Surat Keputusan (SK), Surat Edaran (SE), atau Surat Dinas (SD), sebenarnya sudah baik, hanya saja pengaturannya masih kurang terperinci.

Hal itu dikatakan, Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Pusat, Said Salahudin, dalam keterangan tertulis, Minggu (16/7/2023).

โ€œBegitu pula dengan pemberian bimbingan teknis (bimtek) kepada KPUD yang sekali pun rutin digelar, tetapi tampak masih menggunakan pendekatan yang birokratis. Akibatnya, tak jarang muncul ketidakseragaman KPUD dalam menerjemahkan petunjuk teknis dari KPU,โ€ beber Said.

Said mengungkapkan, bahwa setiap ada arahan, panduan, atau informasi teknis dari KPU, pihaknya selalu lakukan sosialisasi kepada pengurus daerah.

โ€œMasalahnya, ketika hal tersebut dikoordinasikan kepada KPUD, sebagian teman-teman KPUD ternyata mempunyai pemahaman yang berbeda,โ€ ungkapnya.

Nah, berdasarkan evaluasi yang dirinya lakukan, setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi.

โ€œPertama, seringkali petunjuk teknis yang disampaikan secara lisan oleh KPU kepada pengurus parpol di tingkat pusat, tidak sampai ke KPUD,โ€ ungkap Said.

โ€œContoh terbaru, sore ini (16/7/2023) kami menerima informasi dari pengurus daerah bahwa ada seratusan KPUD yang memberikan penjelasan berbeda terhadap nasib bakal calon yang dokumen perbaikannya kelak dinyatakan tidak benar,โ€ paparnya.

Sebagian KPUD mengatakan bahwa bakal calon yang dokumen perbaikannya tidak benar akan dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS).

Implikasinya, pada masa pencermatan rancangan Daftar Calon Sementara (DCS) tanggal 6 โ€“ 11 Agustus 2023, dokumen bakal calon tersebut tidak bisa diperbaiki.

Sebagian KPUD yang lain mengatakan bakal calon yang kelak dinyatakan TMS, tidak bisa diganti dengan bakal calon baru di masa pencermatan rancangan DCS.

Artinya, bakal calon tersebut akan dinyatakan gugur sehingga jumlah bakal calon pada suatu dapil berpotensi berkurang.

โ€œSementara banyak juga KPUD yang bersikap ambigu. Kawan-kawan KPUD ini tidak berani memberikan kepastian hukum terhadap nasib bakal calon yang kelak dinyatakan TMS dengan alasan belum ada petunjuk tertulis dari KPU,โ€ jelasnya.

Said berpandangan kebijakan atau pemahaman KPUD yang beragam di atas faktanya berbeda dengan penjelasan yang disampaikan KPU kepada pengurus parpol di tingkat pusat.

Menurut KPU, pada masa pencermatan rancangan DCS parpol tetap mempunyai hak untuk memperbaiki dokumen bakal calon yang dinyatakan TMS atau bisa menggantinya dengan bakal calon baru sesuai kebutuhan parpol.

Faktor kedua, lanjutnya, seandainya pun ada arahan yang disampaikan KPU kepada KPUD terkait suatu kebijakan teknis, hal itu tampaknya dilakukan KPU dengan cara yang terlalu birokratis.

KPU menyampaikannya terlebih dahulu kepada KPU Provinsi, baru kemudian KPU Provinsi meneruskannya kepada KPU Kabupaten/Kota.

Nah, dalam kondisi tertentu, model yang semacam itu saya kira tidak masalah untuk dilakukan, tetapi pada masa dimana diperlukan adanya percepatan informasi demi menjaga keutuhan informasi tersebut, maka hal-hal yang bersifat birokrasi semestinya bisa dikurangi.

Sistem hierarki KPU sudah benar, tetapi sebaiknya tidak diiimplementasikan secara kaku.

Sebab, apabila KPU Kabupaten/Kota menerima informasi โ€˜second handโ€™ dari KPU Provinsi, misalnya, dikhawatirkan informasi yang mereka terima dari KPU menjadi tidak utuh.

Faktor ketiga, lanjut Said, ketika KPU membuat petunjuk teknis secara tertulis, aturan yang dimuat terkadang kurang detail atau intensinya kurang dapat ditangkap dalam satu pemahaman yang sama oleh seluruh KPUD, akibatnya, tak jarang muncul multi-tafsir diantara KPUD.

Contoh, dalam SK KPU nomor 352, SK KPU 403, SD KPU 691, SD KPU 701, dan naskah dinas KPU lainnya, sudah diatur hal-hal yang bersifat teknis, tetapi interpretasi yang muncul atas produk hukum Pemilu tersebut ternyata tidak seragam.

Persoalan tersebut pernah dia alami pada saat pengumuman hasil verifikasi bakal calon tahap pertama.

Ratusan bakal calon Partai Buruh dokumennya dinilai tidak benar dan dinyatakan Belum Memenuhi Syarat (BMS).

Padahal, dokumen yang diunggah ke SILON sudah sesuai dengan PKPU 10/2023 dan produk turunannya.

Misal, seorang bakal calon yang menyertakan surat keterangan (suket) sehat jasmani dan rohani dari suatu Puskesmas, dokumennya dinyatakan benar oleh KPU, tetapi terhadap bakal calon lain yang juga mengurus suket dari Puskesmas yang sama, dokumennya dinyatakan tidak benar oleh KPUD.

Oleh sebab itu, agar persoalan-persoalan di atas tidak terjadi kembali di tahapan selanjutnya, saya kira ada baiknya bagi KPU untuk memperbaiki juklak dan juknis pencalonan agar hak politik bakal calon, yaitu hak untuk dipilih (right to be candidate), sebagai hak yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai hak konstitusional sekaligus hak asasi manusia, benar-benar mendapatkan perlindungan dari negara.

You may also like

Leave a Comment

TENTANG KAMI

MEDIA NUCA berfokus pada isu-isu politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Media ini bertujuan untuk menyajikan informasi yang relevan dan berimbang dari tingkat internasional, nasional, hingga tingkat lokal.

Feature Posts