MEDIA NUCA โ Para uskup Eropa mengeluarkan pernyataan keras pada hari Selasa, mengecam rencana penyusunan hak atas aborsi dalam Piagam Hak Asasi Uni Eropa. Dilansir dari Catholic News Agency (CAN), Rabu (19/7/2023) para Uskup berpendapat bahwa amendemen yang diusulkan akan bertentangan dengan hukum Uni Eropa dan martabat manusia.
Debat tentang penyempurnaan hak aborsi dalam piagam hak Uni Eropa telah berlangsung lama. Aktivis aborsi telah memperjuangkan perubahan dalam hukum Uni Eropa selama bertahun-tahun, termasuk melalui inisiatif seperti Pakta Simone Veil yang mendesak hak aborsi di seluruh benua.
Pada pernyataan mereka, Komisi Konferensi Uskup Uni Eropa (COMECE) menegaskan bahwa rencana tersebut melanggar โketidakmampuan etisโ terhadap hak asasi manusia dan hukum Uni Eropa.
โMartabat kemanusiaan adalah nilai yang harus mendominasi dalam Perjanjian dan Piagam Uni Eropa,โ tegas para uskup.
Mereka menekankan pentingnya menghormati martabat setiap manusia dalam setiap tahap kehidupannya, terutama dalam situasi ketidakmampuan total, sebagai prinsip fundamental dalam masyarakat demokratis.
Selain itu, COMECE menegaskan bahwa tidak ada hak aborsi yang diakui dalam hukum Uni Eropa atau hukum internasional. Mereka juga menyoroti batasan kewenangan Uni Eropa yang menghalangi badan pemerintahan untuk mengatur tindakan semacam itu.
โKewenangan Uni Eropa tidak mencakup regulasi aborsi,โ lanjut pernyataan para uskup, โdan hak-hak fundamental tidak dapat ditetapkan oleh Uni Eropa.โ
Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa juga tidak pernah mengakui aborsi sebagai hak asasi manusia yang dilindungi oleh Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa. Sebaliknya, pengadilan tersebut telah mengonfirmasi hak atas kehidupan sebagai hak asasi manusia yang fundamental dan menyatakan bahwa negara-negara kontraktor konvensi memiliki kewajiban untuk melindungi kehidupan yang belum lahir.
Peraturan aborsi berbeda di negara-negara anggota Uni Eropa. Berbeda dengan Amerika Serikat yang menerapkan kerangka hukum yang toleran berdasarkan Roe v. Wade, banyak negara Eropa membatasi aborsi setelah 12 hingga 14 minggu kehamilan, dengan beberapa negara juga menerapkan periode tunggu dan peraturan lainnya.
Pada Januari tahun lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyerukan agar Uni Eropa menyematkan aborsi dalam hukum sebagai โmemberi kehidupan baru pada rangkaian hak kita.โ Namun, pandangan ini menuai โkekhawatiran dan penentangan yang mendalamโ dari COMECE, yang menganggap pelayanan bagi wanita yang menghadapi situasi sulit atau konflik karena kehamilannya sebagai bagian sentral dari pelayanan karya sosial Gereja dan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh masyarakat.
Dalam menyikapi isu yang kontroversial ini, perdebatan tentang hak aborsi dalam Piagam Hak Asasi Uni Eropa masih akan terus berlanjut, dengan para uskup Eropa bersikeras untuk melindungi martabat manusia dan prinsip-prinsip mendasar dalam masyarakat demokratis. (AD)