MEDIA NUCA – Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara dan Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi lain Se-Indonesia dalam gelombang besar kritik akademisi selama dua pekan terakhir, pada hari ini, Senin (05/02) membuat pernyataan sikap serupa di bawah judul “Seruan Jembatan Serong II: Nurani Memanggil.”
Para pengajar dan mahasiswa dalam pernyataan sikap terbuka itu menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk kembali ke alur bernegara yang benar sesuai amanat konstitusi dan nurani.
“Kami mengawasi, khususnya sejak Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan putra Anda menjadi calon wakil presiden, Anda makin menjauh dari harapan yang diamanatkan oleh pemilih Anda, terutama menyangkut netralitas sikap negara dan kontinuitas perjuangan Reformasi melawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam pelbagai bentuknya,” bunyi salah satu bait pernyataan tersebut.
Pernyataan sikap ini dibacakan oleh Ketua STF Driyarkara, Dr. Simon Petrus Lili Tjahjadi, mewakili pimpinan-pimpinan perguruan tinggi lain yang bertanda tangan pada pernyataan tersebut.
Dalam sesi pertama sebelum pernyataan sikap, Dr. Setyo Wibowo dalam ceramahnya menyebut bahwa suara mahasiswa dan akademisi adalah suara bebas kepentingan.
“Kalian ini kan tidak punya kepentingan. Nggak ada yang komisaris BUMN kan?” seloroh Romo Setyo disambut riuh tawa audiens.
Pentolan Université Paris 1 Panthéon-Sorbonne itu juga menambahkan, kalaupun suara akademisi dianggap partisan hal itu tidak memalukan karena memang mereka partisan pada nilai-nilai dan prinsip.
“Kita memang partisan nilai-nilai, buat apa malu?” katanya.
Dr. Karlina Supelli, Filsuf dan astronom perempuan pertama Indonesia dalam pernyataannya juga menyebut bahwa tugas akademisi meliputi sisi internal dan eksternal. Ke dalam ia mengembangkan riset demi kebenaran dan pengetahuan itu sendiri, ke luar ia membawa pencerahan.
Berikut naskah lengkap Seruan Jembatan Serong II.
Seruan Jembatan Serong II — DEMI KEHORMATAN BANGSA DAN NEGARA
Pemilihan Umum yang jujur dan adil adalah langkah penting dari setiap proses peralihan pemerintahan dan lembaga perwakilan di Indonesia, sejak Reformasi 1998. Dua asas ini bukan saja untuk menjamin setiap suara dihargai, melainkan lebih dari itu, sebagai ajaran etika politik kita.
Kepada Segenap Pemangku Jabatan Negara dan Pemerintahan, khususnya kepada Presiden kami mengingatkan bahwa bersikap jujur dan adil adalah cara berpikir dan laku dalam bernegara.
Kekuasaan yang dijalankan secara lancung akan merusak etika, kemudian hukum. Kami mengawasi, khususnya sejak Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan putra Anda menjadi calon wakil presiden, Anda makin menjauh dari harapan yang diamanatkan oleh pemilih Anda, terutama menyangkut netralitas sikap negara dan kontinuitas perjuangan Reformasi melawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam pelbagai bentuknya.
Melanjutkan seruan yang pertama pada 27 November 2023 yl (bernama “Seruan Jembatan Serong”), kami seluruh civitas academica serta Alumni Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi dari seluruh Indonesia, menyatakan sikap:
Negara ini tidak boleh dikurbankan demi kepentingan kelompok atau pelanggengan kekuasaan keluarga. Sesuai Mukadimah Undang-
undang Dasar 1945, Negara Indonesia berdiri agar setiap rakyatnya hidup “merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.” Dan Pemerintah Negara dibentuk demi mencapai tujuan itu.
Berdasarkan itu, kepada Segenap Pemangku Jabatan Negara dan Aparat Pemerintahan kami serukan:
Pertama, ingatlah kembali sumpah jabatan Anda untuk berbakti kepada Nusa dan Bangsa serta memenuhi kewajiban Anda seadil-adilnya. Kami meminta Anda berkompas pada hati nurani dan berpegang secara konsekuen pada Pancasila, dasar filsafat dan fundamen moral kita.
Kedua, kembalikan keluhuran eksistensi Indonesia dengan menghormati nilai-nilai politik yang diwariskan para Pendiri Bangsa Kita, bukan malah merusaknya lewat berbagai pelanggaran konstitusional dan akal-akalan undang-undang yang menabrak etika berbangsa dan bernegara. Hentikan penyalahgunaan sumber daya negara untuk kepentingan pelanggengan kekuasaan. Selain kepada hukum dan prinsip demokrasi, Anda bertanggung jawab kepada Tuhan.
Ketiga, kepada segenap warga Indonesia kami menyerukan agar memanfaatkan hak pilih Anda pada Pemilu 2024 secara bijak, dengan antara lain mencermati rekam jejak para calon presiden dan partai pendukungnya, dalam kesetiaan mereka pada penegakan HAM dan komitmen menghapus praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang telah merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai bersama. Mari berdoa, berjuang dan bersaksi bagi Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia dan adil.
Akhirnya, kami informasikan bahwa pernyataan ini adalah bagian dari orkestra nasional demi supremasi moral, di atas urusan elektoral.
Jakarta, 5 Februari 2024,
Atas nama Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi se-Indonesia.
Dr. Simon P Lili Tjahjadi, Ketua STF Driyarkara
Penandatangan dan asal sekolah: (1) Prof. Dr. Armada Riyanto, STFT Widya Sasana, Malang; (2) Dr. Elias Tinambunan, STFT St.
Yohanes, P. Siantar; (3) Dr. Otto Gusti Madung, IFTK Ledalero, Maumere; (4) Dr. CB Mulyatno, Fakultas Teologi Wedabhakti, Universitas Sanata Dharma; (5) Dr. Barnabas Ohoiwutun, STF Seminari Pineleng, Minahasa; (6) Drs. Y. Subani, Lic. Iur. Can., Fakultas Filsafat Universitas Widya Mandira, Kupang.