MEDIA NUCA โ Calon Wakil Presiden (Cawapres) Mahfud MD membuat pernyataan kontroversial mengenai Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, menyebutnya sebagai yang terburuk dan paling curang.
Dalam keterangannya, Mahfud MD secara tegas mengungkapkan temuan kecurangan yang mencakup praktik politik gentong babi dan intervensi terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Mahfud, politik gentong babi terkait dengan penyaluran bantuan sosial (bansos) oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang pemungutan suara pada 14 Februari 2024.
Mahfud membandingkan alokasi bansos pada Pemilu 2024 dengan Pemilu sebelumnya di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurutnya, anggaran bansos pada era Jokowi mencapai Rp 496 triliun, meningkat Rp 20 triliun dari tahun sebelumnya.
Fakta ini dianggapnya sebagai bentuk politik gentong babi yang merugikan integritas Pemilu.
Pernyataan Mahfud juga menyoroti politik kerah, di mana pejabat pemerintah, aparat desa, dan tokoh masyarakat diduga dipaksa untuk mendukung pasangan calon tertentu.
Ancaman pemecatan atau masuk penjara bagi yang tidak mendukung pasangan tersebut membuat politik kerah menjadi ancaman serius terhadap integritas Pemilu.
Lebih lanjut, Mahfud membahas kurangnya independensi Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Ia menuding MK tidak netral dan dapat diintervensi oleh pihak berkepentingan.
Contoh konkret yang diungkitnya adalah pengalaman Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, yang diizinkan maju sebagai Cawapres meskipun belum memenuhi syarat usia minimal 40 tahun.
Dalam konteks hasil Pilpres 2024, Mahfud menyatakan ketidakpuasannya terhadap perolehan suara dirinya dan calon presiden Ganjar Pranowo. Menurutnya, terdapat indikasi kecurangan di berbagai daerah, termasuk daerah asalnya di Madura, Jawa Timur.
Beberapa bentuk kecurangan yang disoroti mencakup coblosan sebelum pemungutan suara, pemilih di TPS tanpa terdaftar, dan beberapa pemilih yang mencoblos surat suara lebih dari sekali.
Mahfud MD menutup pernyataannya dengan ancaman bahwa jika kecurangan tersebut terbukti, hasil pemilu dapat dibatalkan. Pernyataan kontroversial ini menambah kompleksitas dinamika politik pasca-Pemilu 2024, dan mendorong tuntutan untuk penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan pelanggaran.(AD)