MEDIA NUCA – Uskup Keuskupan Agung Jakarta, Prof. Dr. Ignatius Kardinal Suharyo beberapa saat lalu menegaskan sikap Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) untuk tidak mengajukan permohonan pengelolaan tambang yang dijatahkan pemerintah kepada ormas-ormas keagamaan.
Mgr. Ignatius menegaskan bahwa tambang adalah wilayah bisnis, sementara wilayah agama bukan bisnis.
“Ini masalah bisnis, bukan masalah agama. Ada perbedaan yang sangat besar,” kata Suharyo saat diwawancarai di Jakarta pada, Selasa (18/6/2024).
Ia menegaskan bahwa urusan bisnis dan agama tak boleh dicampuradukkan dan bahwa Gereja Katolik berada di pilar pelayanan, bukan bisnis.
“Enggak boleh dicampuradukkan. Karena, saya sekurang-kurangnya ya, kalau bertitik tolak dari salah satu teori, kan kita itu hidup bersama-sama supaya terbangunlah keadaban publik ya. Nah, keadaban publik itu yang menyangga tiga pilar, negara, bisnis, dan masyarakat, warga.”
“Gereja itu ada di sini, masyarakat, warga, tidak di bisnis. Maka kalau ormas apa pun yang sungguh-sungguh mau menerima tawaran, dia ada di bisnis. Bisnis tambang itu enggak usah pakai agama. Bisnis tambang itu dijalankan secara professional,” tegasnya.
Menanggapi pertanyaan wartawan perihal apa yang diminta mantan dosen Kitab Suci itu kepada negara, Suharyo menegaskan bahwa ia meminta satu hal yang jauh lebih besar, yakni bahwa negara memastikan ia menjalankan perannya.
“Beberapa hari yang lalu, ada wartawan yang tanya kepada saya berkaitan dengan izin tambang ini. ‘Kalau Gereja Katolik tidak menerima tawaran itu, apakah ada yang mau diminta dari negara? Lalu, wartawannya mengatakan apakah lebih mudahnya izin mendirikan gereja?’ Itu pertanyaan,” kata Suharyo.
“Saya mengatakan, ‘Oh tidak. Saya minta yang lebih besar, supaya negara menjalankan peranannya. Itu yang saya minta. Karena kalau negara menjalankan peranannya dengan baik, izin gereja dengan sendirinya akan diberikan. Tapi kalau izin gereja diberikan, belum tentu pemerintah menjalankan peranannya.’,” jelasnya.
Ia juga mengimbau agar umat Katolik yang bergerak di bidang pertambangan menjalankan bisnisnya sesuai etika Katolik, misalnya tidak merebut lahan warga, tidak merusak lingkungan hidup, memberikan upah buruh atau karyawan dengan layak, dan tidak mempekerjakan anak-anak.
“Kalau mau membangun perusahaan tambang dengan moralitas gereja Katolik, itu diperhatikan,” ujar dia.