MEDIA NUCA โ Politisi dari Partai Gerindra, Dedi Mulyadi, mengundang kontroversi setelah memberikan pernyataan mengenai lonjakan harga beras yang tengah memprihatinkan masyarakat.
Mantan Bupati Purwakarta ini menyebut bahwa reaksi masyarakat terhadap kenaikan harga beras lebih ramai dibandingkan dengan kenaikan harga rokok dan skincare.
Dedi Mulyadi menggambarkan pola pikir konsumerisme masyarakat yang perlu diubah, di mana mereka cenderung mengeluh saat harga beras naik, sementara harga rokok dan skincare naik tanpa ada protes yang berarti.
Menurutnya, hal ini mencerminkan pola konsumtif masyarakat yang belum bisa mengatur keuangan dengan baik.
โKita sering kali lebih prioritas membeli skincare, rokok, HP, motor, atau baju daripada membeli beras. Ini perlu menjadi perhatian bersama,โ ujar Dedi Mulyadi dalam pernyataannya.
Politisi berpenghasilan fantastis ini memberi contoh alokasi dana masyarakat untuk skincare dan rokok yang seharusnya dapat digunakan untuk membeli beras.
Dengan tegas, Dedi menyampaikan bahwa kebutuhan pokok seperti makanan harus menjadi prioritas utama masyarakat.
Meskipun mendapat banyak celaan di media sosial, Dedi Mulyadi mengingatkan masyarakat untuk mengubah pola pikir konsumerisme. Ia juga menyoroti kurangnya apresiasi terhadap sawah dan buruh tani, mengingatkan bahwa stok beras masih aman.
Namun, pernyataan kontroversial Dedi Mulyadi ini disambut dengan kritik tajam dari publik. Beberapa pengguna media sosial menyuarakan keraguan terhadap niat baik politisi ini, sambil menyebutnya sebagai pencarian sensasi.
Kritik terhadap Dedi Mulyadi semakin memanas ketika informasi kekayaannya terungkap. Laporan e-LHKPN KPK periode 2021 mencatat kekayaan Dedi mencapai Rp 7,81 miliar, dengan 70 bidang tanah dan bangunan di Purwakarta dan Subang.
Nilai aset kendaraannya mencapai Rp 2,7 miliar, termasuk motor dan mobil mewah.
Pernyataan kontroversial Dedi Mulyadi ini menjadi pembelajaran bagi masyarakat tentang urgensi memprioritaskan kebutuhan pokok dan menghargai pekerjaan petani serta keberlanjutan sawah.
Publik diharapkan dapat mengambil hikmah dari kondisi ekonomi yang sulit dan bersama-sama mencari solusi untuk perbaikan yang berkelanjutan. (AD)