MEDIA NUCA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto menanggapi isu kabinet jumbo Prabowo – Gibran.
Sekjen PDIP itu mengkritisi wacana revisi Undang-undang Kementerian Negara, yang memungkinkan lembaga eksekutif dapat ditambah di era Presiden terpilih Prabowo Subianto menjadi hingga 38 sampai 40 Kementerian.
Meskipun memahami bahwa setiap presiden memiliki kebijakan tersendiri, namun Hasto tetap mewanti-wanti agar kementerian negara yang ada tidak disusun hanya untuk mengakomodasi kuota politik, sebab menurut dia jumlah kementerian yang terbentuk sejauh ini sebenarnya sudah mampu merepresentasikan seluruh tanggung jawab negara.
“Seluruh desain dari kementerian negara itu kan bertujuan untuk mencapai tujuan bernegara, bukan untuk mengakomodasikan seluruh kekuatan politik,” kata Hasto saat diwawancarai pada, Senin (13/5/2024), usai menemani Megawati mengunjungi instalasi seni Butet Kartaredjasa di Galeri Nasional, kawasan Gambir, Jakarta Pusat.
Terpisah, mantan cawapres 03, Mahfud MD ikut menanggapi isu penggemukan kabinet Prabowo – Gibran yang diduga merupakan konsekuensi jatah politik partai pendukung.
“Setelah Pemilu menang, karena terlalu banyak (pihak) yang dijanjikan (dapat kursi kekuasaan), menteri-menteri jadi diperluas lagi,” kata Mahfud saat menjadi pembicara seminar nasional ‘Pelaksanaan Pemilu 2024: Evaluasi dan Gagasan ke Depan’ di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Rabu (8/5/2024).
Menurut Mahfud jumlah kementerian di Indonesia dari era ke era semakin banyak.
“Dulu kan 26 menteri, sekarang jadi 34 menteri, besok pemilu yang akan datang ditambah lagi jadi 60, tambah (menteri) lagi kolusinya semakin meluas dan negara bisa rusak,” kata Mahfud.
“Padahal di Amerika saja hanya ada 14 menteri, lalu sisanya dibagi ke dirjen (direktorat jenderal) yang dikelompok-kelompokkan begitu,” ujarnya menambahkan.
Dalam kajiannya bersama asosiasi pengajar hukum tata negara pada 2019, Mahfud mengatakan telah merekomendasikan jumlah pos kementerian dipangkas agar efektif.
“Saat itu kami di asosiasi mengatakan bahwa pos kemenko (kementerian koordinator) dihapus, karena tidak ada gunanya,” kata dia. “Tapi karena saat itu (pasca Pemilu 2019) susunan kabinet sudah disusun, kami perhalus bahasannya kemenko tidak harus ada sesuai undang-undang, tapi semangatnya bukan terus bagi-bagi kekuasaan begitu,” katanya.