MEDIA NUCA – Buntut gelombang protes di berbagai negara Muslim menyusul aksi pembakaran Al-Quran di Swedia dan Denmark, Denmark melakukan studi legal untuk mencegah hal itu melalui intervensi hukum.
Sebelumnya, menanggapi dua aksi pembakaran Al-Quran di Swedia dan Denmark, kementerian luar negeri Irak mengatakan tindakan tersebut memungkinkan virus ekstremisme dan kebencian yang akan menimbulkan ancaman nyata bagi koeksistensi masyarakat yang damai.
Pembakaran Al-Quran yang terakhir di ibu kota Denmark menyulut gelombang protes di ibu kota Yaman, Sanaa. Unjuk rasa tersebut mengungkapkan kemarahan pada Denmark dan Swedia, karena dianggap melakukan pembiaran terhadap tindakan semacam itu.
Di Baghdad pada hari Sabtu, 22 Juli 2023, pasukan keamanan menggunakan gas air mata untuk mencegah kerumunan besar mencapai kedutaan Denmark.
Jumat lalu (28/07/2023), Swedia juga mengevakuasi staf kedutaannya dari Baghdad setelah gedung itu diserbu oleh pengunjuk rasa, terutama oleh pengikut ulama Syiah Moqtada al-Sadr. Bersamaan dengan itu, Irak juga mengusir duta besar Swedia.
Terpisah, melalui sebuah tweet, Kementerian Luar Negeri Denmark mengatakan bahwa pihaknya mengutuk pembakaran Al-Quran.
“Denmark mengutuk pembakaran Al-Quran hari ini yang dilakukan oleh sangat sedikit orang. Tindakan provokatif dan memalukan ini tidak mewakili pandangan pemerintah Denmark,” bunyi pernyataan Kemlu Denmark, dikutip dari BBC Internasional, Selasa, 25 Juli 2023.
Menyadari potensi timbulnya ketegangan internasional akibat aksi-aksi pembakaran Al-Quran tersebut, pemerintah Denmark mengaku dalam proses mencari “sarana legal” yang memungkinkan pemerintah mencegah para pengunjuk rasa membakar Al-Quran di luar kedutaan di negara Nordik.
Menlu Denmark, Lars Lokke Rasmussen, kepada media nasional DR pada Minggu (30/07/2023) mengatakan bahwa pemerintah negara itu sedang melakukan kajian hukum terhadap lingkup intervensi pemerintah untuk mencegah peristiwa serupa terulang.